Saturday, October 5, 2019

UU LALU LINTAS

Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, polisi tidak berwenang menjatuhkan bukti pelanggaran (tilang) terhadap pengendara yang pajak kendaraan bermotornya terlambat
"Kalau ada pengendara yang kendaraan bermotor belum dibayar, polisi tidak berwenang menjeratnya dengan pidana tilang,"
Jerat pidana hanya bisa diberikan,jika masa berlaku 5 tahun surat tanda nomor kendaraan (STNK) sudah mati dan tidak diperpanjang.
"Jadi, bukan karena pajaknya yang mati,diatur dalam Pasal 67 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,dan menjelaskan bahwa surat pengesahan pajak yang menjadi satu kesatuan dan STNK serta rutin dibayarkan tiap tahun bukan bagian dalam ketentuan UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang bisa dijatuhkan sanksi. "Kalau memang pajaknya belum dibayar, yang menjatuhkan sanksi dari dinas terkait ( disperinda ) Sanksi yang diberikan, bisa berupa administrasi, seperti sejumlah denda yang harus dibayarkan. Sementara itu, bila polisi tetap menjatuhkan tilang terhadap pengendara yang terlambat membayar pajak kendaraan bermotor, kemudian diajukan ke persidangan, pengadilan wajib menolaknya. "Pengadilan, termasuk jaksa, wajib menolak dan memerintahkan agar barang bukti tilangnya dikembalikan kepada yang bersangkutan,

Rangkuman dari beberapa sumber

Dari sumber yang lain menerangkan Pajak Kendaraan Bermotor merupakan Pajak Daerah bukan Pajak Pusat yang dikelola oleh Kementerian Keuangan.
Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU 22/2009) dan berbagai sumber lainnya.
Pasal 70 ayat (1) UU 22/2009 menyebutkan bahwa Surat Tanda Nomor Kendaraan-Bermotor (STNK-B) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama lima tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
Dalam praktiknya, pengesahan STNK ini dilakukan setiap tahun bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) pada masing-masing provinsi.
Selanjutnya pasal 106 ayat (5) UU 22/2009 menyebutkan bahwa pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:

a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK);

b. Surat Izin Mengemudi (SIM);

c. Bukti lulus uji berkala; dan / atau

d. Tanda bukti lain yang sah.

Kemudian pasal 288 ayat (1) UU 22/2009 menyebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang tidak dilengkapi dengan STNK atau STCK yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Berdasarkan referensi ketentuan di atas, yang menjadi alasan tilang dari pihak kepolisian sebenarnya bukan karena pengendara belum membayar Pajak Kendaraan Bermotor, melainkan karena pengendara mengendarai kendaraan bermotor tanpa dilengkapi STNK yang sudah disahkan.
Oleh karena lembar STNK disimpan menjadi satu dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), maka seringkali terkesan di benak pengendara bahwa alasan penilangan adalah karena pengendara belum melunasi Pajak Kendaraan Bermotor.

Yang pinter siapa Polisi/pengalihan dari UU?,yang di herankan kewenangan siapa?
Mudah mudahan ada yg memberi penjelasan dan bagi pemerintah tolong lalu lintas kalo memang perhubungan yg bertindak biarlah perhubungan dan jangan lalulintas ikut campur dan jika memang kewenangan lalu lintas berikan yg jelas biar rakyat tidak teromabang ambing,masalah pajak kalo memang kewenangan lantas jangan di sebutkan hal pendapatan daerah/Dispenda

Ditambah
Pasal 68 ayat 2 UU LLAJ.membingungkan semua uu di pake untuk menjerat mangsanya.


Terima Kasih dan Salam Hormat.